Diri (Self), Pikiran (Mind), dan Masyarakat (Society)

Perilaku manusia dalam konteks diri (self) tidak dapat diatributkan secara sederhana kepada kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau peran yang diemban. Sebaliknya, tindakan individu didasarkan pada definisi atau penafsiran mereka terhadap objek-objek di sekitar mereka, menjadikan hubungan antara pikiran (mind) dan diri (self) sebagai bagian integral dari perilaku manusia. Berpikir merupakan hasil interaksi antara "diri" individu dengan orang lain, di mana tidak ada pemikiran yang muncul secara terpisah dari konteks sosial, melainkan terikat pada situasi yang tengah dihadapi.
Teori interaksionisme simbolik memandang bahwa proses identifikasi diri (self-identification) menjadi kunci dalam pemahaman perilaku manusia. Dalam konteks ini, "diri" berperan sebagai unit yang bertindak, dan perilaku "diri" termanifestasi "di dalam dan dalam kaitannya dengan situasi yang bersangkutan. "Tindakan individu dibentuk dan dikonstruksi melalui interpretasi situasi yang mereka alami. George Herbert Mead menekankan bahwa konsep diri (self) berkembang sebagai hasil dari interaksi sosial individu dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, konsep diri (self) tidak dapat dipahami secara dualistis, melainkan sebagai kesatuan yang melibatkan tubuh, perilaku, dan lingkungan, yang semuanya saling terkait dalam proses sosial.
Ketika diri manusia menafsirkan situasi sosial dengan cara yang sama, itu adalah definisi bersama dari situasi, dan hanya ketika “definisi bersama
situasi” tersebut muncul, maka interaksi yang efektif dapat terjadi. Jadi dalam interaksi sosial, “diri” (self) manusia memahami dan menafsirkan tindakan verbal dan nonverbal dari diri manusia lainnya.
Dalam aspek ini, istilah "tindakan verbal" merujuk pada simbol-simbol yang berasal dari manusia, berupa ujaran, ucapan, atau kata-kata yang umumnya dapat dimengerti. Sebaliknya, "tindakan non verbal" mencakup segala bentuk perilaku manusia yang memiliki makna, di luar dari mekanisme linguistik (bahasa). Oleh karena itu, kemampuan interaksi "self" manusia dengan individu lain akan mencapai tingkat kesempurnaan ketika seseorang telah memahami bahasa, yakni suatu sistem simbol verbal dan nonverbal yang terstruktur dalam pola-pola tertentu untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan. Simbol-simbol ini juga menjadi milik bersama, bersifat universal, dan mudah dimengerti oleh manusia secara umum.
Masyarakat (society) atau kehidupan kelompok terdiri dari perilaku kooperatif anggotanya. Kerja sama antar manusia memerlukan pemahaman terhadap maksud dari individu lain, serta kesadaran terhadap aspek-aspek yang akan dilakukan selanjutnya. Oleh karena itu, kerja sama melibatkan kemampuan membaca tindakan dan maksud dari individu lain, serta meresponsnya dengan tepat.
Dalam kerangka ini, terdapat pola hubungan dialektis antara individu dan masyarakat sebagai wadah eksistensinya. Ini menciptakan dinamika interaksi antara individu yang "mempengaruhi" dan "dipengaruhi" oleh masyarakat. Inti dari hubungan ini adalah bahwa interaksi antar individu melahirkan suatu tatanan masyarakat di mana terdapat hubungan timbal balik, yakni komunikasi melalui simbol-simbol yang muncul berdasarkan setting interaksi yang khas. Dalam konteks komunikasi di masyarakat, makna menjadi suatu hasil komunikasi yang krusial bagi kelangsungan proses interaksi.
Pemahaman makna dapat bersifat universal yang disebut juga dengan generalisasi budaya. Generalisasi budaya adalah “pemusatan” budaya. Generalisasi ini dapat dilakukan sambil menghindari stereotip dengan mempertahankan gagasan tentang dominannya kepercayaan. Hampir semua keyakinan yang mungkin ada terwakili dalam semua budaya pada setiap waktu, namun setiap budaya yang berbeda memiliki preferensi terhadap beberapa keyakinan dibandingkan yang lain.
Dalam budaya mana pun, individu dapat ditemukan yang menganut keyakinan serupa dengan orang-orang dalam budaya berbeda. Jumlah mereka tidak begitu banyak. Hal ini mewakili mayoritas orang-orang yang memiliki keyakinan yang lebih dekat dengan norma atau “kecenderungan utama” kelompok tersebut. Sebagai contoh spesifik, kita dapat mencatat bahwa meskipun terdapat generalisasi budaya yang akurat bahwa orang Amerika Serikat lebih individualistis dan orang Jepang lebih berorientasi pada kelompok, ada orang Amerika yang berorientasi kelompok sama seperti orang Jepang lainnya, dan ada orang Jepang yang sama individualistisnya dengan orang Amerika lainnya. Mereka, dalam pengertian sosiologis yang netral, adalah "menyimpang".